berandalpunk.blogspot.com. Powered by Blogger.

Translate

Home » » Anak Punk Yang Menemukan Tuhan

Anak Punk Yang Menemukan Tuhan

Anak Punk Yang Menemukan Tuhan




     Tepat didepan taman wisata taman lele Tugu, Semarang Barat, lalu lalang orang dan kendaraan sepertinya tidak pernah mati. Namun kota ini bukanlah Bali dan bukan pula Singapura yang selalu siap dengan hiburan sajian malam. Kota ini masih menyebut dirinya kota berahlak dan insan. Aku yang yang tergabung dalam kelompok mereka adalah salah satu orang yang menyadari akan sisi positif anak punk. Di depan taman ini tempat kami nongkrong, menghabiskan waktu. Kami( anak-anak punk) yang  menyebutnya ras kebebasan, kebebasan mutlak yang tidak berarturan hingga badan kami seperti sampah dan alhasil kitapun dianggap sampah masyarakat. Padahal tidak semua anak Punk seperti itu, banyak diantaranya punya kreatifitas tinggi dijalur music dan dunia percetakan sebagai media penghantar pesan demokrasi kaum kecil dan terlantarkan seperti kami. Setiap harinya tempat ini ramai dengan anak punknya lantaran di sini tempat kita cari uang(memberi penumpang kepada bus-bus yang lewat),kita duduk dan aku yang tergabung duduk ditengah-tengah  perkumpulan anak punk yang sedang asik ngobrol.Salah satu anak punk melewati kakek-kakek yang sedang asyik ngopi, dengan ramah ia berkata “permisi” Kakek itu membalas dengan senyum dan anggukan kepala. 
Kedatanganya menyalami semua yang ada di situ termasuk kakek-kakek itu adalah salah satu ciri kami yang selalu sopan dan santun dalam bersikap.Saat itu pula kedatangan seorang anak punk lainya yang membuat percakapan terjadi ditempat yang kita tongkrongi

 “Lo dari mana Coy” tanya salah satu anak punk yang nongkrong kepada anak punk  yang baru datang

             “Dari masjid” jawab si punk yang baru dateng

             “Nyolong sandal atau kotak amal?” tanya ku

 “Sholat bego!!” jawabnya tegas. Semua terdiam saling pandang satu dengan yang lain, tak lama kami tertawa terbahak-bahak mengejek, si punk yang baru datang  Cuma senyum getir saja

 “Sejak kapan lo murtad dari kita-kita? Ha…ha…”  jiaah orang sholat dikata murtad bener-bener dah. Si punk yang baru datang dengan senyum menjawab

 “Sejak gua udah ketemu ALLAH” aku bengong mendengarnya, yang bodohnya anak punk yang lain juga bengong mendengarnya namun tak lama mereka kembali tertawa terbahak-bahak kecuali aku, karena aku meenungi kata-kata anak tadi.

 “Lo serius Coy? si ALLAH mukanye kaya ape? itu ALLAH tinggal dimane? RT berape? Anak mane? Ha….haha…sejak kapan lo PDKT ama die toy? Ha…ha…” punk yang lain mengejeknya, untug allah itu baik kalo nggak pasti dikutuk ini orang

 “Sejak ibu gua meninggal.” Semua spontan terdiam mendengar jawaban itu (kalo mereka ketawa lagi kebangetan), mereka berubah menatap serius keadaan hening Cuma suara knalpot dan klakson yang terdengar. Akupun jadi serius dan ucapan kali ini buatku menatap raut wajahnya. 
“Gua sudah ninggalin rumah selama tiga tahun dan hidup ngegembel begini, beberapa hari yang lalu gua ketemu tetangga gua, kata dia ibu gua sakit-sakitan nyariin gua dan beberapa hari ini sudah sekarat, spontan gua langsung cabut dan balik kerumah. Dalam perjalanan  gua sempet berdoa “ ya ALLAH jika engkau ada, aku mohon padamu, jangan cabut nyawa ibuku sebelum aku mengutarakan maaf padanya jika engkau ada dan mendengarku” sampai dirumah orang-orang sudah ramai gua pikir gua udah telat, alhamdulilah doa gua dikabulin nyokap gua masih hidup. Dia nangis waktu ngeliat gua dateng dia peluk gua walaupun sudah ngga bisa berdiri, lalu gua nangis dan gua ngucapin maaf kepadanya setelah mendengar itu tubuhnya lemas, matanya tertutup dia ninggalin gua untuk selamanya.”

Kita semua terdiam mendengarnya bahkan ada yang menagis dan merangkul si punk, suasana jadi haru akupun jadi terharu sampai menggemang air mataku ini mendengarnya.

“Karena ALLAH sudah mengabulkan permintaan gua, dia telah menunjukan kalau dia ada dan baik kepada gua, karena itulah gua sholat selain itu siapa lagi yang mau doain ibu gua kalau bukan gua anaknya, inilah saatnya gua berbakti sama ibu gua”

 “Hua…..gara-gara lo neh  gua  jadi inget nyokap gua yang udah ngga ada…hua masa gua udah metal gini nangis huuuaaahh emaaa I love you full ma…huuuu.uuuu “ si anak punk yang satunya menangis sejadi-jadinya

 “Badan gua yang tatoan, tindikan gini gimana gua mau doain nyokap gua, pasti sholat gua ngga diterima toy…..huaaa…aaaa” sambil menangis punk yang lain berkata itu kepada temanya suasana jadi benar-benar haru mereka saling merangkul dan akupun nyaris menangis di buatnya. Lalu keluar jawabanpun keluar

 “Gua tahu badan gua juga tatoan, tindikan dan gua ngga tahu sholat gua di terima apa ngga, tapi yang gua tahu gua sayang sama ibu gua dan sama ALLAH tulus, gua ngga peduli doa gua untuk ibu gua di terima atau ngga yang gua tahu gua melakukan ini atas dasar sayang dan bakti gua sama ibu gua yang Cuma gua pahami ngga ada yang sia-sia” Tes..tes..dua tetes air mata Kodok(salah satu anak punk) jatuh mendengar jawaban yang jujur itu, mereka semua saling merangkul aku tersenyum melihat keakraban mereka yang kekeluargaan (kok gue cengeng amat ya?).

Akupun berjalan  meninggalkan mereka dengan tersenyum takjub yang membuatku mengelus dada,didalam perjalanan aku tidak habis berfikir, bagaimana suatu saat aku ada diposisinya, aku tidak sempat membahagiakan ibuku saat ajal telah diujung mata. Bahkan bagaimana jika maaf  tidak terucap dan pesan terakhir tidak terdengar. Aku mengerti, ternyata benar bahwa tuhan adalah pencarian pribadi dan terkadang kita menemukanya atau merasa keberadaanya atas hal yang tidak terduga. Aku jadi teringat tulisan Yusuf Bin al-Husain yang isinya

“Pada saat itu aku mengerti bahwa Tuhan adalah suatu pencarian pribadi, setiap orang bertanggungjawab atas pencariannya. Seorang master bisa berbagi pengalamannya, tetapi tidak pada hasilnya.”

Kata siapa anak jalanan seperti anak punk tak berhati nurani? Kata siapa mereka yang di masjid itu jauh lebih tulus berdoa dari mereka yang gembel itu? Ketika aku mendengar hal seperti itu semua terbantahkan. Jadi teringat perkataan mas Ambon( salah satu preman senior di kawasan) ia pernah berkata padaku,

 “Kamu nyari ALLAH di laut, di gunung atau di hutan ngga bakal ketemu brett, wong ALLAH itu ada dalam diri kita sendiri kok, tinggal kamu mau membuka diri ngga biar kamu ngerti dan ngersain itu dalam drimu”

Rambut mas Ambon boleh gondrong, berantem emang jagonya dan masalah nyali berani di adu tapi kalo udah ngomongin yang namanya sang pencipta asli kaya penyejuk jiwa, malah nggak kelihatan orang jalananya. Aku tersadar dari siapapun orangnya mau jelek, ganteng, baik atau buruk selama dikatakanya baik, tetaplah itu kebaikan. Jika ada orang yang hanya mendengar nasehat dari orang yang baik saja maka jangan salahkan kalau aku mengatakan orang itu adalah orang kuat alias KUATRO, orang yang ngga menghargai pendapat orang dan membatasi diri untuk bersosialisasi. Filosofinya bagi pemikiranku yang kusebut :

Hidup itu perhitungan tapi bukan matematika 


Dihitung tapi bukan matematika? Lalu apa yang membedakan? Ialah hasil yang membedakan. Hidup itu penuh resiko dimana sebelum kita membuat suatu keputusan diharapkan memperhitungkan baik dan buruknya setelah kita putuskan belum pasti sesuai dengan apa yang kita harapkan atau pasti seperti matematika. Berfikir itu berhitung karena berfikir adalah berencana, bertanya akan sesuatu, coba menyelesaikan sesuatu untuk mendapatkan sebuah jawaban dan yang aku hubungkan adalah ketika kita memperhitungkan sesuatu akan kehidupan, hasil dari sebuah jawaban tak harus sama persis secara tatanan dan bahasa tetapi intinya adalah maksud dan tujuanya sama yang bisa dipahami, ini salah satu yang bukan matematika. Contoh ketika kita berancana besok akan bangun pagi jam 4 pagi, namun ternyata kita bangun kesiangan melewati jam 7 padahal kita sudah berencana atau memperhitungkan sebelumnya namun jangan berharap hasilnya akan pasti. Kepastian abadi hanya milik Tuhan.

Suatu hal yang tidak pantas dihitung yaitu Jasa orang tua khususnya adalah ibu, ia mengandung,  berjuang untuk membuat kita tetap hidup. Selama sembilan bulan ia membawa kita kemananpun ia pergi, ia menjaga dan menahan diri untuk makanan ataupun minuman yang dapat merusak kandunganya padahal ia suka dengan makanan yang menjadi pantangan itu. Hingga melahirkanpun ia berani mempertaruhkan dirinya diantara hidup dan mati, setelah kita lahir kedunia ternyata itu belum selesai karena setelah kelahiran kita ia mengasuh kita dengan kasih sayang, menyusui, bangun dikala malam ketika menagis. Pengorbananya sungguh tiada tara ia usahakan untuk memberi kita makanan yang bergizi walaupun ia tidak makan sekalipun, ia berusaha membuat kita agar tidak menderita walaupun jalan yang ditempuh hasil dari sesuatu yang haram, hingga sepertinya pasrah bila kelak ia mati harus masuk ke neraka sekalipun karena berjuang untuk membuat kita tidak menderita. Disekolahkanya kita walaupun ia tak pernah sekolah sekalipun, dengan penuh harapan agar kehidupan kita kelak jauh lebih baik dan dapat dibanggakan, terkadang ia marah akan ulah nakal kita, tapi sedikitpun ia tak pernah mendendam.

Demi Allah inilah kuasa cinta seorang ibu kepada anaknya, setelah ia melakukan semua itu apa pantas kita menentangnya? Apa pantas kita marah kepadanya? Apa pantas semua jasanya kita hitung dengan nominal? Berapa gunung berlian yang kita persembahkan untuk membalasnya?Uupss……maaf tidak ada suatu nilaipun yang dapat membalas jasa dan pengorbananya karena cinta, kasih sayang dan rasa ikhlas tidak bisa dibeli dengan nominal uang berapapun besarnya, tapi bisa dibalas hanya dengan cara mencintainya, menyayanginya dan ikhlas memberi walaupun kecil. Sesungguhnya tidak ada satu orang tuapun yang berharap kita harus membalas jasanya, apa bisa kita menghitungnya dengan nominal? Bisa saja kita mengganti semua biaya hidup dari saat ia mengandung kita sampai kita sebesar ini, tapi pertanyaanya bagaimana kita mengganti semua pengorbananya, kasih sayangnya dan keikhlasanya? .sesuatu yang tidak mempunyai nilai apapun dan itu baru satu ibu, bagamana jika memiliki ibu yang lain yang artinya ibu angkat yang juga menyayangi kita? Aku jadi teringat karya sajak temanku, yang juga seniman sajak jalanan. Beberapa karyanya yang jujur teringat dikepalaku saat ia merobek hampanya bus kota dengan sajak-sajak cintanya untuk ibu. Dia biasa dipanggil Kocek, yang nama aslinya Soepardi Djaelani 


do'a, cinta, dan kasih sayang ibu 

Sudah lama kutak pijakkan kedua kaki diistana ibuSetelah kukembali, wajah ibu duka, dan meneteskan air mataBaru terhiyas diwajahnya senyum dan tawaIbu rindu, aku pun rindu

Do'a, cinta, dan kasih sayang ibuMenyelimmuti tubuhkuIbu berikan ituSangat terrasa dari kejauhan

Ibu kehadiranku Karna sejuta do'a, cinta, dan kasihsayangmuYang ngebel hatiAku masih bernyawa dan berdiri dihadapanmu
Karna semua itu...!!! 

Hidup itu bukan matimatika walaupun matematika adalah bagian dari hidup, tapi bukan berati segala sesuatunya harus dihitung dan mempunyai hasil seperti yang diharapkan sama seperti matimatika. Jika hidup seringkas itu akan banyak orang kaya dibumi ini karena apa yang diperhitungkan atau direncanakan akan terjadi dan pasti akan terjadi. Tetapi hidup tidak semulus itu kita harus melewati rintangan yang datang dari apapun dan siapapun bahkan dari diri sendiri,  karena itu kita harus memperhitungkan segala ucapan dan tindakan.

Sesaat dimana kita kelaparan ada teman yang dengan ikhlas membagi setengah rotinya padahal sama-sama laparnya dengan kita, suatu saat kita kaya raya apa untuk membalasnya cukup dengan setengah roti saja sesuai dengan apa yang pernah diberikanya dulu? Jikalau itu aku, aku tidak akan sekedar memberinya setengah roti dan  ucapan terima kasih tapi aku akan memberikan pabrik roti untuknya agar ia bisa memberi roti dengan orang-orang seperti aku dulu dikala kelaparan. semoga kita tidak berfikir untuk membalasnya sesuai dengan apa yang ia berikan saja, yaitu setengah potong roti, hm…hidup itu tidak hanya memikirkan untung dan rugi saja kawan. Betapa kikirnya kita semoga kita bukan salah satu orang yang aku sebutkan Amien.

Tidak semua yang dapat menghitung dapat dihitung, dan tidak semua yang dapat dihitung dapat menghitung

0 komentar:

privasi police

privasi police
privasi police