Anak
Punk Yang Menemukan Tuhan
Tepat didepan
taman wisata taman lele Tugu, Semarang Barat, lalu lalang orang dan kendaraan
sepertinya tidak pernah mati. Namun kota ini bukanlah Bali dan bukan pula
Singapura yang selalu siap dengan hiburan sajian malam. Kota ini masih menyebut
dirinya kota berahlak dan insan. Aku yang yang tergabung dalam kelompok mereka
adalah salah satu orang yang menyadari akan sisi positif anak punk. Di
depan taman ini tempat kami nongkrong, menghabiskan waktu. Kami( anak-anak
punk) yang menyebutnya ras kebebasan, kebebasan mutlak yang tidak
berarturan hingga badan kami seperti sampah dan alhasil kitapun dianggap sampah
masyarakat. Padahal tidak semua anak Punk seperti itu, banyak diantaranya
punya kreatifitas tinggi dijalur music dan dunia percetakan sebagai media
penghantar pesan demokrasi kaum kecil dan terlantarkan seperti kami. Setiap
harinya tempat ini ramai dengan anak punknya lantaran di sini tempat kita cari
uang(memberi penumpang kepada bus-bus yang lewat),kita duduk dan aku yang
tergabung duduk ditengah-tengah perkumpulan anak punk yang sedang asik
ngobrol.Salah satu anak punk melewati kakek-kakek yang sedang asyik ngopi,
dengan ramah ia berkata “permisi” Kakek itu membalas dengan senyum dan anggukan
kepala.
Kedatanganya menyalami semua
yang ada di situ termasuk kakek-kakek itu adalah salah satu ciri kami yang
selalu sopan dan santun dalam bersikap.Saat itu pula kedatangan seorang
anak punk lainya yang membuat percakapan terjadi ditempat yang kita tongkrongi
“Lo dari mana Coy” tanya salah
satu anak punk yang nongkrong kepada anak punk yang baru datang
“Dari
masjid” jawab si punk yang baru dateng
“Nyolong
sandal atau kotak amal?” tanya ku
“Sholat bego!!” jawabnya
tegas. Semua terdiam saling pandang satu dengan yang lain, tak lama kami
tertawa terbahak-bahak mengejek, si punk yang baru datang Cuma
senyum getir saja
“Sejak kapan lo murtad dari
kita-kita? Ha…ha…” jiaah orang sholat dikata murtad bener-bener dah.
Si punk yang baru datang dengan senyum menjawab
“Sejak gua udah ketemu ALLAH”
aku bengong mendengarnya, yang bodohnya anak punk yang lain juga bengong
mendengarnya namun tak lama mereka kembali tertawa terbahak-bahak kecuali aku,
karena aku meenungi kata-kata anak tadi.
“Lo serius Coy? si ALLAH
mukanye kaya ape? itu ALLAH tinggal dimane? RT berape? Anak mane?
Ha….haha…sejak kapan lo PDKT ama die toy? Ha…ha…” punk yang lain mengejeknya,
untug allah itu baik kalo nggak pasti dikutuk ini orang
“Sejak ibu gua meninggal.”
Semua spontan terdiam mendengar jawaban itu (kalo mereka ketawa lagi
kebangetan), mereka berubah menatap serius keadaan hening Cuma suara knalpot
dan klakson yang terdengar. Akupun jadi serius dan ucapan kali ini buatku
menatap raut wajahnya.
“Gua sudah ninggalin rumah selama
tiga tahun dan hidup ngegembel begini, beberapa hari yang lalu gua ketemu
tetangga gua, kata dia ibu gua sakit-sakitan nyariin gua dan beberapa hari ini
sudah sekarat, spontan gua langsung cabut dan balik kerumah. Dalam perjalanan gua
sempet berdoa “ ya ALLAH jika engkau ada, aku mohon padamu, jangan
cabut nyawa ibuku sebelum aku mengutarakan maaf padanya jika engkau ada dan mendengarku” sampai
dirumah orang-orang sudah ramai gua pikir gua udah telat, alhamdulilah doa gua
dikabulin nyokap gua masih hidup. Dia nangis waktu ngeliat gua dateng dia peluk
gua walaupun sudah ngga bisa berdiri, lalu gua nangis dan gua ngucapin maaf
kepadanya setelah mendengar itu tubuhnya lemas, matanya tertutup dia ninggalin
gua untuk selamanya.”
Kita semua terdiam mendengarnya
bahkan ada yang menagis dan merangkul si punk, suasana jadi haru akupun
jadi terharu sampai menggemang air mataku ini mendengarnya.
“Karena ALLAH sudah mengabulkan
permintaan gua, dia telah menunjukan kalau dia ada dan baik kepada gua, karena
itulah gua sholat selain itu siapa lagi yang mau doain ibu gua kalau bukan gua
anaknya, inilah saatnya gua berbakti sama ibu gua”
“Hua…..gara-gara lo
neh gua jadi inget nyokap gua yang udah ngga ada…hua masa
gua udah metal gini nangis huuuaaahh emaaa I love you full ma…huuuu.uuuu “ si
anak punk yang satunya menangis sejadi-jadinya
“Badan gua yang tatoan,
tindikan gini gimana gua mau doain nyokap gua, pasti sholat gua ngga diterima
toy…..huaaa…aaaa” sambil menangis punk yang lain berkata itu kepada temanya
suasana jadi benar-benar haru mereka saling merangkul dan akupun nyaris
menangis di buatnya. Lalu keluar jawabanpun keluar
“Gua tahu badan gua juga
tatoan, tindikan dan gua ngga tahu sholat gua di terima apa ngga, tapi yang gua
tahu gua sayang sama ibu gua dan sama ALLAH tulus, gua ngga peduli doa gua
untuk ibu gua di terima atau ngga yang gua tahu gua melakukan ini atas dasar
sayang dan bakti gua sama ibu gua yang Cuma gua pahami ngga ada yang sia-sia”
Tes..tes..dua tetes air mata Kodok(salah satu anak punk) jatuh mendengar
jawaban yang jujur itu, mereka semua saling merangkul aku tersenyum melihat
keakraban mereka yang kekeluargaan (kok gue cengeng amat ya?).
Akupun berjalan meninggalkan
mereka dengan tersenyum takjub yang membuatku mengelus dada,didalam perjalanan
aku tidak habis berfikir, bagaimana suatu saat aku ada diposisinya, aku tidak
sempat membahagiakan ibuku saat ajal telah diujung mata. Bahkan bagaimana jika
maaf tidak terucap dan pesan terakhir tidak terdengar. Aku
mengerti, ternyata benar bahwa tuhan adalah pencarian pribadi dan
terkadang kita menemukanya atau merasa keberadaanya atas hal yang tidak
terduga. Aku jadi teringat tulisan Yusuf Bin al-Husain yang
isinya
“Pada saat itu aku mengerti bahwa
Tuhan adalah suatu pencarian pribadi, setiap orang bertanggungjawab atas
pencariannya. Seorang master bisa berbagi pengalamannya, tetapi tidak pada
hasilnya.”
Kata siapa anak jalanan seperti anak
punk tak berhati nurani? Kata siapa mereka yang di masjid itu jauh lebih tulus
berdoa dari mereka yang gembel itu? Ketika aku mendengar hal seperti itu semua
terbantahkan. Jadi teringat perkataan mas Ambon( salah satu preman senior di
kawasan) ia pernah berkata padaku,
“Kamu nyari ALLAH di laut, di
gunung atau di hutan ngga bakal ketemu brett, wong ALLAH itu ada dalam diri
kita sendiri kok, tinggal kamu mau membuka diri ngga biar kamu ngerti dan
ngersain itu dalam drimu”
Rambut mas Ambon boleh gondrong,
berantem emang jagonya dan masalah nyali berani di adu tapi kalo udah ngomongin
yang namanya sang pencipta asli kaya penyejuk jiwa, malah
nggak kelihatan orang jalananya. Aku tersadar dari siapapun orangnya mau
jelek, ganteng, baik atau buruk selama dikatakanya baik, tetaplah itu kebaikan.
Jika ada orang yang hanya mendengar nasehat dari orang yang baik saja maka
jangan salahkan kalau aku mengatakan orang itu adalah orang kuat alias KUATRO,
orang yang ngga menghargai pendapat orang dan membatasi diri untuk
bersosialisasi. Filosofinya bagi pemikiranku yang kusebut :
Hidup itu perhitungan tapi bukan
matematika
Dihitung tapi bukan matematika? Lalu
apa yang membedakan? Ialah hasil yang membedakan. Hidup itu penuh resiko dimana
sebelum kita membuat suatu keputusan diharapkan memperhitungkan baik dan
buruknya setelah kita putuskan belum pasti sesuai dengan apa yang kita harapkan
atau pasti seperti matematika. Berfikir itu berhitung karena berfikir adalah
berencana, bertanya akan sesuatu, coba menyelesaikan sesuatu untuk mendapatkan
sebuah jawaban dan yang aku hubungkan adalah ketika kita memperhitungkan
sesuatu akan kehidupan, hasil dari sebuah jawaban tak harus sama persis secara
tatanan dan bahasa tetapi intinya adalah maksud dan tujuanya sama yang bisa
dipahami, ini salah satu yang bukan matematika. Contoh ketika kita berancana
besok akan bangun pagi jam 4 pagi, namun ternyata kita bangun kesiangan
melewati jam 7 padahal kita sudah berencana atau memperhitungkan sebelumnya
namun jangan berharap hasilnya akan pasti. Kepastian abadi hanya milik Tuhan.
Suatu hal yang tidak pantas dihitung
yaitu Jasa orang tua khususnya adalah ibu, ia mengandung, berjuang
untuk membuat kita tetap hidup. Selama sembilan bulan ia membawa kita
kemananpun ia pergi, ia menjaga dan menahan diri untuk makanan ataupun minuman
yang dapat merusak kandunganya padahal ia suka dengan makanan yang menjadi
pantangan itu. Hingga melahirkanpun ia berani mempertaruhkan dirinya diantara
hidup dan mati, setelah kita lahir kedunia ternyata itu belum selesai karena
setelah kelahiran kita ia mengasuh kita dengan kasih sayang, menyusui, bangun
dikala malam ketika menagis. Pengorbananya sungguh tiada tara ia usahakan untuk
memberi kita makanan yang bergizi walaupun ia tidak makan sekalipun, ia
berusaha membuat kita agar tidak menderita walaupun jalan yang ditempuh hasil
dari sesuatu yang haram, hingga sepertinya pasrah bila kelak ia mati harus
masuk ke neraka sekalipun karena berjuang untuk membuat kita tidak menderita.
Disekolahkanya kita walaupun ia tak pernah sekolah sekalipun, dengan penuh
harapan agar kehidupan kita kelak jauh lebih baik dan dapat dibanggakan,
terkadang ia marah akan ulah nakal kita, tapi sedikitpun ia tak pernah
mendendam.
Demi Allah inilah kuasa cinta
seorang ibu kepada anaknya, setelah ia melakukan semua itu apa pantas kita
menentangnya? Apa pantas kita marah kepadanya? Apa pantas semua jasanya kita
hitung dengan nominal? Berapa gunung berlian yang kita persembahkan untuk
membalasnya?Uupss……maaf tidak ada suatu nilaipun yang dapat membalas jasa dan
pengorbananya karena cinta, kasih sayang dan rasa ikhlas tidak bisa dibeli
dengan nominal uang berapapun besarnya, tapi bisa dibalas hanya dengan cara
mencintainya, menyayanginya dan ikhlas memberi walaupun kecil. Sesungguhnya
tidak ada satu orang tuapun yang berharap kita harus membalas jasanya, apa bisa
kita menghitungnya dengan nominal? Bisa saja kita mengganti semua biaya hidup
dari saat ia mengandung kita sampai kita sebesar ini, tapi pertanyaanya
bagaimana kita mengganti semua pengorbananya, kasih sayangnya dan keikhlasanya?
.sesuatu yang tidak mempunyai nilai apapun dan itu baru satu ibu, bagamana jika
memiliki ibu yang lain yang artinya ibu angkat yang juga menyayangi kita? Aku
jadi teringat karya sajak temanku, yang juga seniman sajak jalanan. Beberapa
karyanya yang jujur teringat dikepalaku saat ia merobek hampanya bus kota
dengan sajak-sajak cintanya untuk ibu. Dia biasa dipanggil Kocek, yang nama
aslinya Soepardi Djaelani
do'a, cinta, dan kasih sayang
ibu
Sudah lama kutak pijakkan kedua kaki
diistana ibuSetelah kukembali, wajah ibu duka, dan meneteskan air mataBaru
terhiyas diwajahnya senyum dan tawaIbu rindu, aku pun rindu
Do'a, cinta, dan kasih sayang
ibuMenyelimmuti tubuhkuIbu berikan ituSangat terrasa dari kejauhan
Ibu kehadiranku Karna sejuta
do'a, cinta, dan kasihsayangmuYang ngebel hatiAku masih bernyawa dan berdiri
dihadapanmu
Karna semua itu...!!!
Hidup itu bukan matimatika walaupun
matematika adalah bagian dari hidup, tapi bukan berati segala sesuatunya harus
dihitung dan mempunyai hasil seperti yang diharapkan sama seperti matimatika.
Jika hidup seringkas itu akan banyak orang kaya dibumi ini karena apa yang
diperhitungkan atau direncanakan akan terjadi dan pasti akan terjadi. Tetapi
hidup tidak semulus itu kita harus melewati rintangan yang datang dari apapun
dan siapapun bahkan dari diri sendiri, karena itu kita harus
memperhitungkan segala ucapan dan tindakan.
Sesaat dimana kita kelaparan ada
teman yang dengan ikhlas membagi setengah rotinya padahal sama-sama laparnya
dengan kita, suatu saat kita kaya raya apa untuk membalasnya cukup dengan
setengah roti saja sesuai dengan apa yang pernah diberikanya dulu? Jikalau itu
aku, aku tidak akan sekedar memberinya setengah roti dan ucapan
terima kasih tapi aku akan memberikan pabrik roti untuknya agar ia bisa memberi
roti dengan orang-orang seperti aku dulu dikala kelaparan. semoga kita tidak
berfikir untuk membalasnya sesuai dengan apa yang ia berikan saja, yaitu
setengah potong roti, hm…hidup itu tidak hanya memikirkan untung dan rugi saja
kawan. Betapa kikirnya kita semoga kita bukan salah satu orang yang aku
sebutkan Amien.
Tidak semua yang dapat menghitung
dapat dihitung, dan tidak semua yang dapat dihitung dapat menghitung
0 komentar:
Post a Comment